BAB I
TEORI
A. Kepemimpinan
·
Teori
Kepemimpinan menurut Peters dan Austin dalam Kreitner dan Kinicki (2005)
Mendefiniskan kepemimpinan
berarti visi, pemberian semangat, antusiasme, kasih, kepercayaan, kegairahan
diilustrasikan oleh isi kalender seseorang, drama luar, penciptaan para
pahlawan pada semua tingkatan, bimbingan, berjalan keliling secara efektif, dan
sejumlah lain. Kepemimpinan tergantung pada sejuta hal – hal kecil yang
dilakukan dengan obsesi, konsistensi, dan kepedulian, tetapi sejuta hal – hal
tersebut tidak berarti apa – apa jika tidak ada kepercayaan, visi, dan
keyakinan dasar.
B. Komunikasi
·
Teori Komunikasi menurut Everett M
rogers
Seorang
pakar sosiologi Pedesaan Amerika membuat definisi “Komunikasi adalah suatu
proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran
informasi terhadap satu sama lain yang pada gilirannya akan tiba saling
pengertian”. Komunikasi akan efektif apabila terjadi pemahaman yang sama dan
pihak lain terangsang untuk berpikir atau melakukan sesuatu. Berkomunikasi
dengan baik akan member pengaruh langsung terhadap struktur keseimbangan
seseorang dalam masyarakat, apakah ia seorang dokter, dosen, manajer dan
sebagainya.
C.
Motivasi
·
Teori Motivasi menurut Maslow
Maslow
yang dikutip oleh Gibson dkk (1996;189) menyatakan beberapa hirarki kebutuhan
yang terkait atau berhubungan erat dgn motivasi kerja. Tingkatan–tingkatan
kebutuhan berdasarkan hirarki tersebut adalah sebagai berikut :
a) Kebutuhan fisiologi, kebutuhan
ini meliputi makanan, minuman, tempat tinggal, dan sembuh dari rasa sakit.
b) Kebutuhan keamanan dan
keselamatan, kebutuhan ini meliputi: kebutuhan untuk kemerdekaan dari ancaman
seperti:
keamanan dari kejadian– kejadian
atau lingkungan yang mengancam.
c) Kebutuhan rasa memiliki,
sosial, dan kasih sayang, kebutuhan ini meliputi: kebutuhan persahabatan,
berkelompok, interaksi dan kasih sayang.
d) Kebutuhan penghargaan (esteem),
kebutuhan ini terdiri dari : kebutuhan harga diri, dan kebutuhan penghargaan
dari dari pihak lain.
e) Kebutuhan aktualisasi diri,
merupakan kebutuhan untuk memenuhi diri seseorang melalui pengoptimalisasian
penggunaan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki.
D. Konflik
·
Teori Konflik menurut Lewis
A. Coser
Konflik dibagi menjadi
dua, yaitu:
1) Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-
tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan
keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan.
Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan
upah atau gaji dinaikkan.
2) Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan-
tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan,
paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang
buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan
lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman
sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan
mereka.
E. Pengembangan Karir
·
Teori
Pengembangan Karir menurut Gomes ( 2003:214 )
Mengemukakan
bahwa pengembangan karir organisasi adalah outcomes yang berasal dari
interaksi antara karir individu dengan proses manajemen karir organisasi. Dan Career
planning adalah suatu proses yang berlangsung secara sadar agar menjadi
tahu akan diri, mengidentifikasikan tujuan yang berkaitan dengan karir, dan
pemrograman kerja, pendidikan, pengalaman, dan pengembangan. Sedangkan Career
Management adalah suatu proses yang sedang berlangsung mulai dari
penyiapan, pengimplementasian dan monitoring rencana karir yang dilaksanakan
oleh individu sendiri, atau bersama-sama dengan sistem karir organisasi.
BAB
II
ISI
A. Hubungan Kepemimpinan
terhadap Kinerja Karyawan
Hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan kinerja
karyawan yang diungkapkan pada hasil penelitian para ahli terhadap kepemimpinan
transformasional dalam Suryanto (2006) adalah
sebagai berikut:
1. Walumbwa,
et.al. (2004), kepemimpinan transformasional berhubungan positif dengan
komitmen,
kinerja dan kepuasan kerja.
2. Ozaralli
(2003), kepemimpinan transformasional berkontribusi terhadap prediksi adanya
pemberdayaan pada bawahan. Adanya pemimpin transformasional mengakibatkan
anggota tim mengalami pemberdayaan. Semakin mereka mengalami pemberdayaan,
semakin efektif pula tim itu.
3. Boehnke & Bontis (2003), walau penerapan prinsip kepemimpinan transformasional perlu adaptasi untuk berbagai negara, secara universal gaya kepemimpinan transformasional membantu pemimpin memimpin karyawan lebih efektif dan menghasilkan kinerja terbaik.
4. Langbert & Friedman (2003), pemimpin transformasional memiliki kemampuan motivasi bawahan dan memungkinkan mereka mempertahankan prestasi dan mencapai perubahan yang revolusioner.
5. Sparks & Schenk (2001), kepemimpinan transformasional sungguh-sungguh dapat mentransformasi pengikut dengan mendorong mereka melihat tujuan yang lebih tinggi pada dunia kerja dan mendorong pencapaian kinerja yang terbaik.
3. Boehnke & Bontis (2003), walau penerapan prinsip kepemimpinan transformasional perlu adaptasi untuk berbagai negara, secara universal gaya kepemimpinan transformasional membantu pemimpin memimpin karyawan lebih efektif dan menghasilkan kinerja terbaik.
4. Langbert & Friedman (2003), pemimpin transformasional memiliki kemampuan motivasi bawahan dan memungkinkan mereka mempertahankan prestasi dan mencapai perubahan yang revolusioner.
5. Sparks & Schenk (2001), kepemimpinan transformasional sungguh-sungguh dapat mentransformasi pengikut dengan mendorong mereka melihat tujuan yang lebih tinggi pada dunia kerja dan mendorong pencapaian kinerja yang terbaik.
B.
Hubungan Komunikasi terhadap Kinerja Karyawan
Suasana kerja yang kondusif dan komunikasi efektif
yang terjadi antara atasan dan bawahan maupun sesama karyawan sangat dibutuhkan
oleh setiap karyawan, karena pada dasarnya karyawan sebagai sumber daya manusia
memerlukan sesuatu yang dapat memacu keinginan mereka untuk dapat bekerja
dengan giat sehingga dapat dicapai hasil kerja yang diinginkan organisasi. Kelancaran komunikasi mendorong kepada para pegawai untuk
lebih meningkatkan kreativitas dan semangat kerja sesuai dengan batas kemampuan
masing-masing. Wursanto (2004 : 60) menyatakan komunikasi dalam organisasi mempunyai
fungsi sebagai berikut:
1) Menimbulkan rasa kesetiakawanan
dalam loyalitas antara pegawai.
2) Meningkatkan kegairahan kerja
para pegawai.
3) Meningkatkan moral dan
disiplin para pegawai.
4) Semua jajaran pimpinan dapat
mengetahui keadaan bidang yang menjadi tugasnya sehingga akan berlangsung pengendalian
operasional yang efisien.
5) Semua pegawai dapat mengetahui
kebijaksanaan, peraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan, yang telah ditetapkan pimpinan
organisasi.
6) Semua informasi,
keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh para pegawai dapat dengan cepat dan
tepat diperoleh.
7) Menigkatkan rasa tanggung jawab
semua pegawai.
8) Menimbulkan saling pengertian
diantara pegawai.
9) Meningkatkan kerja sama (team
work) di antara para pegawai.
10) Meningkatkan semangat korp
atau esprit de corp di kalangan para pegawai.
c.
Hubungan Motivasi terhadap Kinerja Karyawan
Motivasi kerja karyawan dalam suatu organisasi
dapat dianggap sederhana dan dapat pula menjadi masalah yang kompleks, karena
pada dasarnya manusia mudah untuk dimotivasi dengan memberikan apa yang menjadi
keinginannya. Masalah motivasi kerja dapat menjadi sulit dalam menentukan
imbalan dimana apa yang dianggap penting bagi seseorang karena sesuatu yang
penting bagi seseorang belum tentu penting bagi orang lain. Penelitian yang
dilakukan oleh Listianto dan Setiaji (2007) menyatakan bahwa motivasi kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Selain itu juga
penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo dan Wahyuddin (2003) mendukung
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa motivasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan, dan dalam penelitian ini juga menyatakan
motivasi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kinerja karyawan. Dari
penelitian terdahulu, hubungan antara motivasi dan kinerja berbanding lurus,
artinya bahwa semakin tinggi motivasi karyawan dalam bekerja maka kinerja yang
dihasilkan juga tinggi. Perusahaan yang siap berkompetisi harus memiliki
manajemen yang efektif. Selain motivasi, untuk meningkatkan kinerja karyawan
dalam manajemen efektif memerlukan dukungan karyawan yang cakap dan kompeten di
bidangnya. Di sisi lain pembinaan para karyawan termasuk yang harus diutamakan
sebagai aset utama perusahaan. Proses belajar harus menjadi budaya perusahaan
sehingga keterampilan para karyawan dapat dipelihara, bahkan dapat
ditingkatkan. Dalam hal ini loyalitas karyawan yang kompeten harus
diperhatikan.
D. Hubungan Konflik terhadap Kinerja Karyawan
Pada
hakikatnya konflik tidak bisa dihindari tetapi bisa diminimalkan agar konflik
tidak mengarah keperpecahan, permusuhan bahkan mengakibatkan suatu organisasi
mengalami kerugian. Tetapi, jika konflik dapat diolah dengan baik maka suatu
organisasi memperoleh keuntungan yang maksimal seperti menciptakan persaingan
yang sehat anatr karyawan. Jadi, pihak manajemen dapat menangkap gejala-gejala
dan indikator-indikator konflik yang berdampak konstruktif dan konflik yang
berdampak destruktif. Pihak manajemen harus bener-bener jeli dalam melihat,
memperhatikan dan merasakan perilaku-perilaku karyawannya agar konflik yang
negatif dapat ditekan. Konflik bisa menimbulkan dampak negatif misalnya,
melemahnya hubungan antar pribadi, timbulnya sikap marah, perasaan terluka,
keterasingan. Akibat dari itu semua aktivitas produksi dapat terganggu karena
akan terjadi pemborosan waktu dan energi untuk memenangkan, individu-individu
yang terlibat akan mengalami stress yang dapat mengurangi kinerjanya. Akan
tetapi, tidak hanya itu saja akibat yang ditimbulkan oleh konflik yang tidak
ditangani secara cermat dan tepat, dapat pula berakibat langsung pada diri
karyawan, karena mereka berada dalam suasana serba salah, sehingga mengalami
tekanan jiwa (stress).
E.
Hubungan Pengembangan Karir terhadap Kinerja Karyawan
Dari beberapa komponen pengembangan karir hampir sebagian
besar sudah dimiliki, meskipun dalam pelaksanaan-nya dilakukan dengan derajat
yang berbeda. Diantara sekian banyak komponen, ternyata program yang telah
dilaksanakan secara konsisten adalah pusat penilaian karyawan. Komponen
pengembangan karir yang lainnya seperti lokakarya perencanaan karir, buku
catatan Karir, Sistem Penempatan kerja, inventori kemampuan / keterampilan,
jenjang dan jalur karir, sumber karir, pengetesan psikologis, perkiraan
promosi, rencana beasiswa, seminar-seminar dan pelatihan eksternal, program
karir untuk kelompok sasaran khusus (jalur cepat bagi karyawan berprestasi,
penyelia dan manajer, eksekutif senior, karyawan profesional, karyawan teknis,
wanita) sudah dilaksanakan meskipun belum konsisten. Sedangkan komponen-komponen
lainnya mengenai pusat penilaian, program rotasi kerja, program pelatihan
internal, dan program monitoring formal kadang-kadang dilaksanakan. Bentuk
komitmen dari pihak manajemen puncak terhadap pengembangan karir
karyawannya adalah dengan memberikan beberapa perlakuan, misalnya berupa promosi, kenaikan gaji, dan juga dengan memberikan konseling non formal kepada setiap karyawan yang memerlukan. Adapun bentuk kerja sama dengan para manajer lini dalam pengembangan karir karyawan adalah dengan diselenggarakannya pelatihan-pelatihan internal maupun eksternal, pengarahan, dan monitoring. Untuk menghindari adanya informalitas dan subyektivitas dalam pengembangan karir karyawan, biasanya penilaian dilakukan tidak hanya oleh manajer pada bagiannya, tetapi oleh beberapa manajer yang mempunyai keterkaitan tugas. Pada dasarnya yang bertanggung jawab dalam kegiatan pengembangan karir karyawan adalah atasannya langsung, middle management dan top management.
karyawannya adalah dengan memberikan beberapa perlakuan, misalnya berupa promosi, kenaikan gaji, dan juga dengan memberikan konseling non formal kepada setiap karyawan yang memerlukan. Adapun bentuk kerja sama dengan para manajer lini dalam pengembangan karir karyawan adalah dengan diselenggarakannya pelatihan-pelatihan internal maupun eksternal, pengarahan, dan monitoring. Untuk menghindari adanya informalitas dan subyektivitas dalam pengembangan karir karyawan, biasanya penilaian dilakukan tidak hanya oleh manajer pada bagiannya, tetapi oleh beberapa manajer yang mempunyai keterkaitan tugas. Pada dasarnya yang bertanggung jawab dalam kegiatan pengembangan karir karyawan adalah atasannya langsung, middle management dan top management.
BAB
III
Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa kinerja antara satu orang karyawan dengan yang lainnya dapat
saja berbeda, karena faktor – faktor pendorong yang berbeda. Kinerja karyawan
sangat penting oleh karena kinerja seorang karyawan dalam sebuah instansi akan
menentukan efektif tidaknya kinerja instansi tersebut. Apabila kinerja karyawan
tidak baik, maka kinerja instansipun menjadi tidak baik. Begitu juga sebaliknya
apabila kinerja karyawan baik maka kinerja instansipun menjadi baik. Dan dapat
dinyatakan bahwa kinerja adalah tingkat kerja yang dicapai oleh seseorang
dengan syarat – syarat yang telah ditentukan. Kinerja dipengaruhi oleh faktor –
faktor sebagai berikut : 1) Faktor individual yang terdiri dari : kemampuan,
dan faktor demografi ; 2) Faktor psikologis yang terdiri dari : sikap,
motivasi, persepsi, personality dan pembelajaran; 3) faktor organisasi
yang terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, dan job
design. Secara individual ditunjukkan bahwa :
a. Kepemimpinan
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
b. Komunikasi
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
c. Motivasi
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
d. Konflik
mempunyai pengaruh yang baik dan tetapi tidak signifikan terhadap kinerja
karyawan.
e. Pengembangan
karir mempunyai pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
kinerja
karyawan.
Referensi :
jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4206305312.pdf